Pada tahun 1755 perjanjian Giyanti berhasil membagi dua kesultanan ( Kerajaan ) Mataram yaitu:
- Kesultanan Yogyakarta ( DIY )
- Kesultanan Surakarta ( Provinsi Jawa Timur )
Negara kita saat itu masih dalam penjajahan Belanda. Sehingga sangat mudah sekali para Raja/Sultan diadu domba. Dan perlu sekali disadari para pendahulu kita dimusuhi, diancam lewat sistem-sistem saudara, keluarga akhirnya bergabung tentara kerajaan bernama tentara Sukawati. Banyak yang lari kehutan, gunung dan kebetulan ada seorang yang bernama Ki Ageng Langkir dengan keluarga membabat hutan di Segumbal, dijadikan desa namanya Segumbal namun desa tersebut tidak lama ditempati karena banyak roh-roh halus, setan dan genderuwo yang menganggu dan ini masih ada bukti sampai sekarang berupa tanah kuburan berupa batu nisan.karena kondisi ini desa ditinggal. Ki Ageng Langkir pindah ketempat lain menuju arah timur agak ke utara membuat desa lagi yang dinamakan Desa Sambirejo yang saat ini letaknya di sebelah Barat agak ke Utara Dusun Bangsal. disitu masih ada petilasan berupa tanah kuburan, ini Babat Kedua.Di tempat ini desa tidak lama dihuni karena banyak setan,genderuwo dan roh-roh halus yang menganggu, kemudian pindah lagi membabat hutan disebelah utara sungai diberi nama Desa Suko Kalangsari, ini babat yang ketiga.Menengingat Ki Ageng Langkir ini masih darah biru Kesultanan Yogyakarta masih koordinasi dengan sesepuh kesultanan untuk Desa Tapan Tiga, ini masih belum pas dengan desa yang dimaksud karena letaknya diantara sungai tidak baik dan diharuskan untuk pindah ke selatan Sungai supaya desa tersebut tenteram,aman dan damai serta rakyat mudah mencari rezeki bebas dari bahaya dan sebagainya, maka terjadi pindah yang Ke empat kalinya, sehingga disebut Desa Patalan.